Rabu, 27 Juni 2012

BENTUK MOLEKUL

Linier



Bentuk V
 


 Bentuk V yang terbentuk dari bentuk tetrahedral



Segitiga datar




Piramida Segitiga



Bentuk T



Linier



Tetrahedral




Jungkat-jungkit

 



Segiempat Datar




Bipiramida Trigonal





Piramida Alas Segiempat

 




Oktahedral




Bipiramida Trigonal

SOAL TATA NAMA SENYAWA KIMIA

1. Name of Na2O is ….


a. Sodium oxide d. Disodium oxide

b. Disodium monoxide e. Sodium(I) oxide

c. Sodium monoxide

2. Name of PCl5 is ….

a. Monophosphorus pentachloride d. Phosphorus(V) chloride

b. Phosphorus pentachloride e. Phosphorus(V) chloride

c. Monophosphorus chloride

3. Name of HBr is ….

a. Bromic acid d. Hydrobromide acid

b. Bromide acid e. Bromium acid

c. Hydrobromic acid

4. Name of Mg(OH)2 is ….

a. Magnesium dihydroxide d. Magnesium hydroxide

b. Magnesium (I) dihydroxide e. Monomagnesium hydroxide

c. Magnesium (II) dihydroxide

5. Name of Cu2S is ….

a. Dicuprum monosulfide d. Cupric sulfide

b. Dicuprum sulfide e. Cuprous sulfide

c. Cuprum(II) sulfide

6. Name of HClO2 is ….

a. Chloro dioxide acid d. Chloric acid

b. Hypochlorous acid e. Perchloric acid

c. Chlorous acid

7. Name of Au(OH)3 is ….

a. Aurous hydroxide d. Auric(III) hydroxide

b. Auric hydroxide e. Aurous(I) hydroxide

c. Aurum(I) hydroxide

8. Name of NH3 is ….

a. Ammonia d. Ammonium

b. Alcohol e. Nitrogen trihydride

c. Formalin

9. Chemical formula of aluminum sulfide is ….

a. Al2S3 d. Al2S

b. AlS e. 2Al3S

c. AlS3

10. Chemical formula of sulphur tetrachloride is ….

a. SCl4 d. ScCl4

b. SiCl4 e. SnCl4

c. SeCl4

11. Chemical formula of carbonic acid is ….

a. H2CO3 d. HC2O4

b. HCO3 e. H3C2O4

c. H2C2O4

12. Chemical formula of manganous hydroxide is ….

a. MgOH d. Mn(OH)2

b. Mg(OH)2 e. Mn(OH)4

c. Mg(OH)4

13. Chemical formula of cupric oxide is ….

a. Cu2O3 d. CuO

b. Cu2O2 e. Cu2O

c. CuO2

14. Chemical formula of sulfurous acid is ….

a. H2S d. HCN

b. H2SO4 e. H2SiO3

c. H2SO3

15. Chemical formula of plumbic sulfate is ….

a. Pb(SO4)2 d. Pb3(SO4)2

b. PbSO4 e. Pb2SO4

c. Pb2(SO4)3

AKTIVITAS BELAJAR

Dalam belajar diperlukan aktivitas karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas (Sardiman, 2010: 96). Karena itulah, aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Frobel dalam Sardiman (2010: 96) mengatakan bahwa dalam dinamika kehidupan manusia, berpikir dan berbuat sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan tersebut. Ilustrasi ini menegaskan bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berpikir dan berbuat.

Montessori dalam Sardiman (2010: 96) menyatakan bahwa anak-anak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri dan membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan peserta didiknya. Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah peserta didik itu sendiri, sedangkan pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh peserta didik.

Rousseau menjelaskan bahwa segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, dan penyelidikan sendiri (Sardiman, 2010: 96-97). Penjelasan ini menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri karena tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi.

Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli tersebut di atas, jelas bahwa dalam kegiatan belajar, peserta didik harus aktif berbuat. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses pembelajaran tidak mungkin berlangsung dengan baik.

Aktivitas belajar memiliki beberapa prinsip. Prinsip-prinsip aktivitas belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan melihat unsur kejiwaan seorang peserta didik, maka dapat diketahui bagaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar. Karena dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa, maka yang menjadi fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan aktivitas dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dan guru. Berdasarkan sudut pandang ilmu jiwa, aktivitas belajar dibagi menjadi dua pandangan yaitu Ilmu Jiwa Lama dan Ilmu Jiwa Modern.

a. Prinsip-Prinsip Aktivitas Belajar menurut Pandangan Ilmu Jiwa Lama

John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis (Sardiman, 2010: 97-98). Kertas putih ini kemudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar yang menulis, akan ditulisi merah atau hijau, kertas itu akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dalam dunia pendidikan.

Peserta didik diibaratkan kertas putih sedangkan unsur dari luar yang menulisi adalah guru. Dalam hal ini terserah kepada guru, akan dibawa ke mana, peserta didik akan diapakan, karena guru adalah yang memberi dan mengatur isinya. Dengan demikian, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan peserta didik bersifat pasif dan menerima begitu saja.

Herbert dalam Sardiman (2010: 98) memberikan rumusan bahwa jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-hukum asosiasi atau dengan kata lain dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar. Relevansinya dengan konsep John Locke, bahwa guru pulalah yang paling aktif, yakni menyampaikan tanggapan-tanggapan itu. Peserta didik dalam hal ini pasif, secara mekanis hanya menuruti alur dari hukum-hukum asosiasi tadi. Jadi peserta didik kurang memiliki aktivitas dan kreativitas.

Mengkombinasikan dua konsep yang dikemukakan John Locke maupun Herbert, berarti dalam proses pembelajaran guru akan senantiasa mendominasi kegiatan, peserta didik terlalu pasif, guru aktif, dan segala inisiatif datang dari guru. Peserta didik ibarat botol kosong yang diisi air oleh sang guru. Gurulah yang menentukan bahan dan model sedangkan peserta didik menerima begitu saja. Aktivitas peserta didik terutama terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru memberikan pertanyaan. Para peserta didik hanya bekerja atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan guru, begitu juga berpikir menurut yang digariskan oleh guru. Memang sebenarnya peserta didik tidak pasif secara mutlak, namun proses pembelajaran semacam ini tidak mendorong peserta didik berpikir dan beraktivitas. Guru lebih banyak beraktivitas dan guru dapat menentukan segala sesuatu yang dikehendaki.

b. Prinsip-Prinsip Aktivitas Belajar menurut Pandangan Ilmu Jiwa Modern

Pandangan ilmu jiwa modern menerjemahkan manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi, dan energi sendiri (Sardiman, 2010: 99). Oleh karena itu, secara alami peserta didik juga dapat menjadi aktif karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Peserta didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, peserta didiklah yang beraktivitas, berbuat, dan harus aktif sendiri.

Aktivitas belajar meliputi aktivitas fisik dan mental (Sardiman, 2010: 100). Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus selalu berkaitan. Sehubungan dengan hal ini, Piaget dalam Sardiman (2010: 100) menjelaskan bahwa seorang anak akan berpikir sepanjang dia berbuat. Tanpa perbuatan, berarti anak itu tidak berpikir. Oleh karena itu, agar anak berpikir sendiri, maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berpikir pada taraf verbal baru akan timbul setelah anak itu berpikir pada taraf perbuatan. Dengan demikian, jelas bahwa aktivitas memiliki arti luas, baik yang bersifat fisik/jasmani maupun mental/rohani. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal.

Sekolah merupakan salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh peserta didik di sekolah. Aktivitas peserta didik tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2010: 101) membuat daftar 177 macam kegiatan peserta didik yang digolongkan menjadi delapan sebagai berikut:

a. Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, maupun pekerjaan orang lain.

b. Oral activities, misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.

c. Listening activities, misalnya mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato.

d. Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

e. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.

f. Motor activities, misalnya melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.

g. Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.

h. Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup.

Dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika berbagai macam aktivitas tersebut dapat diciptakan di sekolah, maka sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan, dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang optimal. Kreativitas guru sangat dibutuhkan agar dapat merencanakan aktivitas peserta didik yang sangat bervariasi tersebut.

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk aktif berpikir dan menemukan pengertian yang ingin diketahuinya. Dalam model pembelajaran ini, peserta didik dilibatkan dalam proses penemuan melalui pengumpulan data dan tes hipotesis. Menurut Trowbridge dan Bybee (1996) dalam Paul Suparno (2007: 65), inkuiri adalah proses yang di dalamnya para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia ini dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabannya. Sedangkan Welch dalam Paul Suparno (2007: 65) mendefinisikan inkuiri sebagai proses manusia mencari informasi atau pengertian, sehingga sering disebut a way of thought.

Kindsvatter, Wilen, dan Ishler (1996) dalam Paul Suparno (2007: 65) menjelaskan inkuiri sebagai model pembelajaran dengan cara guru melibatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik. Hal yang utama dari inkuiri adalah menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada keaktifan peserta didik. Jadi, pembelajaran bukan berpusat pada guru, melainkan kepada peserta didik. Dalam inkuiri, isi dan proses penyelidikan diajarkan bersama dalam waktu yang bersamaan. Peserta didik melalui proses penyelidikan akhirnya sampai kepada isi pengetahuan itu sendiri. Langkah-langkah model inkuiri menurut Kindsvatter, Wilen, dan Ishler (1996: 263-267) dalam Paul Suparno (2007: 66-67) adalah: 1. mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah 2. membuat hipotesis 3. mengumpulkan data 4. menganalisis data 5. mengambil kesimpulan.

Inkuiri terbimbing adalah inkuiri yang banyak melibatkan guru. Guru banyak mengarahkan dan memberikan petunjuk melalui prosedur yang lengkap dan pertanyaan-pertanyaan pengarahan selama proses inkuiri (Kindsvatter dkk dalam Paul Suparno, 2007: 68). Bahkan dalam inkuiri terbimbing guru sebelumnya sudah memiliki jawaban sehingga peserta didik tidak begitu bebas mengembangkan gagasan dan idenya. Guru memberikan persoalan dan peserta didik diminta memecahkan persoalan itu dengan prosedur yang tertentu yang diarahkan oleh guru. Peserta didik dalam menyelesaikan persoalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan guru. Campur tangan guru misalnya dalam hal pengumpulan data, guru sudah memberikan beberapa data dan peserta didik tinggal melengkapi. Guru banyak memberikan pertanyaan di sela-sela proses sehingga kesimpulan lebih cepat dan mudah diambil. Dengan model terarah seperti ini, maka kesimpulan akan selalu benar dan sesuai dengan kehendak guru.

“Proses pembelajaran sains dengan menggunakan inkuiri terbimbing akan melibatkan peserta didik untuk aktif sehingga belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan” (http://www.matcmadison.edu). Keaktifan peserta didik yang dimaksud antara lain aktif dalam menganalisis data, aktif bekerja sama dalam tim yang diatur sendiri oleh peserta didik untuk memahami suatu konsep maupun memecahkan masalah, aktif untuk merefleksikan atas pengetahuan yang telah diperoleh, serta aktif untuk mengembangkan konsep-konsep yang telah dipahami. Dengan demikian, dalam inkuiri terbimbing guru lebih berperan sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber tunggal dalam proses pembelajaran.

Suchman dalam Paul Suparno (2007: 69) menjelaskan beberapa syarat agar terjadi inkuiri yang baik, yaitu: 1. kebebasan, artinya perlu ada kebebasan peserta didik untuk menemukan dan mencari informasi. 2. lingkungan atau suasana yang responsif, misalnya tersedia laboratorium, komputer, kelas, pustaka, dan sarana yang mendukung terjadinya proses inkuiri. 3. focus, artinya persoalan yang akan didalami harus jelas arahnya dan dapat dipecahkan peserta didik. 4. low pressure, artinya tidak banyak tekanan dari siapapun dan manapun sehingga peserta didik dapat lebih berpikir kreatif dan kritis.

Menurut Trowbridge dan Bybee dalam Paul Suparno (2007: 70), unsur-unsur yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh agar model inkuiri yang sudah direncanakan dapat berjalan lancar dan mendukung pembelajaran peserta didik adalah: 1. persoalan harus nyata, mempunyai arti bagi peserta didik dan dapat diteliti oleh peserta didik. 2. buku sebagai sumber informasi tentang latar belakang masalah tersedia. 3. alat-alat yang diperlukan untuk proses inkuiri tersedia. 4. pertanyaan pengarah perlu disiapkan guru agar peserta didik terfokus. 5. hipotesis peserta didik perlu dilihat oleh guru dan dimengerti maksudnya oleh peserta didik lain. 6. data perlu dikumpulkan dengan baik oleh peserta didik. 7. pengambilan kesimpulan perlu diperhatikan apakah logis atau tidak, tepat atau tidak. Peserta didik perlu dibantu untuk dapat mengambil kesimpulan bagi diri mereka sendiri. 8. Lembar Kerja Peserta Didik disiapkan untuk membantu peserta didik dalam proses inkuiri sehingga proses berjalan efektif dan efisien. Lembar kerja dapat disediakan oleh guru dengan menyertakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan peserta didik agar dapat menemukan konsep/memecahkan masalah yang dihadapi.

MEDIA PEMBELAJARAN

Pada dasarnya tugas guru adalah mengkomunikasikan pengalaman kepada peserta didik. Ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pendengaran dan melalui penglihatan. Media pengajaran dapat membantu dalam kedua cara tersebut. Oemar Hamalik (2008: 201) mengemukakan bahwa media yang digunakan untuk membantu peserta didik belajar melalui pendengaran disebut media pendengaran (aural aids), sedangkan media untuk membantu peserta didik melalui penglihatan disebut alat bantu penglihatan (visual aids).

Penggunaan kedua model komunikasi tersebut mengandung manfaat tertentu bagi keberhasilan belajar peserta didik. Seringkali guru mengajar menggunakan ceramah, yakni hanya menggunakan kata-kata saja sehingga peserta didik kurang atau tidak memahami hal-hal yang diajarkan. Dengan kata lain peserta didik terjebak dalam kondisi pengajaran verbalistik. Akibat tersebut dapat dicegah jika guru menggunakan media aural aids, bahkan peserta didik akan menjadi lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses belajar. Demikian pula jika guru menggunakan media penglihatan, misalnya gambar atau bagan, maka peserta didik akan pembelajaran lebih efektif sebab materi pembelajaran akan lebih diingat dan dipahami. Resinalitas inilah yang menjadi dasar disarankannya penggunaan media dalam proses pembelajaran.

Menurut Sharon, dkk (2005: 9), media adalah alat komunikasi dan sumber informasi (A medium is a means of communication and source of information). Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Gerlach dan Ely (1971) dalam Azhar Arsyad (2009: 3) mengatakan bahwa apabila dipahami secara garis besar, media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) dalam Azhar Arsyad (2009: 3) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987: 234) dalam Azhar Arsyad (2009: 3) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara peserta didik dan isi pelajaran dalam proses pembelajaran. Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media. Dengan demikian, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran.

Heinich (1982) dalam Azhar Arsyad (2009: 4), mengemukakan bahwa apabila media membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan yang dikemukakan Heinich, Hamidjojo dalam Azhar Arsyad (2009: 4) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.

Hamalik (1986) dalam Azhar Arsyad (2009: 4) mengatakan bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi. Gagne dan Briggs (1975) dalam Azhar Arsyad (2009: 4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Sedangkan National Education Association dalam Azhar Arsyad (2009: 5) memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya sehingga media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca.

Dalam proses pembelajaran, sering pula pemakaian kata media pembelajaran digantikan dengan istilah-istilah bahan pengajaran (instructional material), komunikasi pandang dengar (audio-visual communication), pendidikan alat peraga pandang (visual education), teknologi pendidikan (educational technology), alat peraga, dan media penjelas (Azhar Arsyad, 2009 : 6).

Pemanfaatan media pembelajaran pada peserta didik SMA juga sesuai dengan Perkembangan Peserta Didik Periode SMA. Anak usia SMA mencapai perkembangan sosial yang matang, dalam arti memiliki penyesuaiaan sosial yang tepat. Penyesuaian sosial yang tepat ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi. Karakteristik penyesuaian anak usia SMA di lingkungan sekolah adalah “membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya” (http://ekobudiprasetyonugroho.wordpress.com /2011/04/02/perkembangan-peserta-didik-periode-sekolah-menengah-atas-sma/, diakses pada hari Rabu, 23 Mei 2012 pkl. 13.50).

Dengan demikian, ketika pihak sekolah dalam hal ini guru akan merealisasikan proses pembelajaran dengan memanfaatkan suatu media untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, maka sesuai dengan karakteristik tahap perkembangan anak SMA di lingkungan sekolah, peserta didik akan kooperatif dalam realisasi tujuan yang ingin dicapai oleh guru.

Berdasarkan uraian beberapa batasan tentang media di atas, maka dapat dikemukakan ciri-ciri umum media sebagai berikut:

a. Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang disebut hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera.

b. Media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang disebut software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada peserta didik.

c. Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio.

d. Media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.

e. Media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

f. Media pembelajaran dapat digunakan secara massal (misalnya: radio dan televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya: film, slide, video, dan OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/kaset, dan video recorder).

g. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

HASIL BELAJAR

Menurut Taksonomi Bloom dkk (1956), “hasil belajar terdiri dari tiga domain” (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 26-32). Pertama adalah domain kognitif yang berhubungan dengan kemampuan intelektual. Ada enam tingkatan domain kognitif dari yang sederhana sampai yang kompleks yaitu: pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya; pemahaman (comprehension, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan; dan evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.

Kedua adalah domain afektif yang berhubungan dengan perhatian, sikap dan nilai. Domain ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks yaitu: penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan baik berupa situasi maupun gejala; penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; dan karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Ketiga adalah domain psikomotor yang meliputi keterampilan motorik dan gerak fisik. Domain psikomotor mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks yaitu: persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan; kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun emosional; mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari; respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau mengulang perbuatan yang perintahkan oleh orang lain; kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang didalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; dan keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.

“Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, ternyata faktor guru dan cara mengajar sangat berperan” (Daniel Muijs dan David Reynolds, 2008: 5). Dalam hal ini, seorang guru harus memiliki pengetahuan yang baik mengenai subjek yang diajarkan, memiliki keterampilan bertanya yang baik, adanya penekanan dalam pengajaran, mampu menerapkan strategi pengelompokan yang seimbang, memiliki tujuan yang jelas, dapat memanajemen waktu dengan baik, mampu membuat perencanaan yang efektif, mampu mengorganisasi kelas dengan baik, dan mampu menggunakan orang dewasa lain secara efektif di kelas.

Dari uraian di atas, maka hasil belajar dapat diartikan hasil yang diperoleh peserta didik setelah belajar dan mengikuti proses pembelajaran, yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Suatu proses belajar dikatakan berhasil baik apabila dapat menghasilkan hasil belajar lebih baik pula. Dalam hal ini faktor guru dan cara mengajar turut menentukan baik-tidaknya hasil belajar.

TEORI BELAJAR

1) Teori Belajar Bermakna Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Ratna Wilis Dahar dalam Trianto, 2007: 25). Faktor paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui peserta didik. Pernyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik.

2) Teori Penemuan Jerome Bruner

Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik (Trianto, 2007: 26). Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Bruner menyarankan agar peserta didik hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif .

3) Teori Pengajaran John Dewey

Menurut John Dewey dalam Trianto (2007: 17-18), model reflektif di dalam memecahkan masalah yaitu proses berpikir aktif, hati-hati, dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif . Proses berpikir yang dilakukan oleh peserta didik melalui lima langkah, yaitu: (1) mengenali masalah (2) menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya (3) menghubungkan uraian-uraian hasil analisis satu sama lain dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah yang dihadapi (4) menimbang kemungkinan jawaban dengan akibatnya masing-masing (5) mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu. Jika pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka peserta didik akan mencoba kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat.

Selasa, 26 Juni 2012

ALHAMDULILLAH ....
Juara II Gurpres Jateng Tahun 2012



Juara I Lomba KTI Kategori SMA Kabupaten Kebumen Tahun 2011


Juara I Lomba Kreativitas Guru SMA RSBI Jateng Tahun 2009



Juara III Simposium Model Pembelajaran Berbahasa Inggris Jateng Tahun 2011



Juara I Gurpres Kabupaten Kebumen Tahun 2012



Bersama Prof. Caroline (Pembicara) dalam Seminar Internasional tentang Inquiry Tahun 2011


Juara II Lomba Pengembangan Subject Specific Paedagogy se-Jateng & DIY Tahun 2012

ABSTRAK Penelitian Inkuiri-Aktivitas-Sikap Ilmiah

CHEMISTRY LEARNING WITH GUIDED INQUIRY THROUGH EXPERIMENT AND DEMONSTRATION VIEWED FROM STUDENT’S COGNITIVE ENTERY BEHAVIOR
AND SCIENTIFIC ATTITUDE
Tri Lestari *)

*) SMA Negeri 1 Kebumen Jl. Mayjen Sutoyo No. 7 Kebumen 54316, e-mail: trilestari_sman1kbm@yahoo.com
Abstract
This research has the aims to know: (1) the difference of student’s chemistry achievement between student given learning through Experiment and Demonstration Method, (2) the difference of student’s chemistry achievement between student that have high and low Cognitive Entery Behavior, (3) the difference of student’s chemistry achievement between student that have high and low scientific attitude, (4) the interaction between Experiment and Demonstration Method and cognitive entery behavior to student’s chemistry achievement, (5) the interaction between Experiment and Demonstration Method and scientific attitude to student’s chemistry achievement, (6) the interaction between cognitive entery behavior and scientific attitude to student’s chemistry achievement, and (7) the interaction between Experiment and Demonstration Method, cognitive entery behavior, and scientific attitude to student’s chemistry achievement.

This research was in State Senior High School 1 Kebumen academic year 2008/2009. Research method used is experiment method with factorial design 2  2  2. The research population was the students of Class X State Senior High School 1 Kebumen that consists of 10 class. The research sample is class X.3 and X.10 for experiment class I and class X.6 and X.8 for class experiment II. The research instruments employed were sillaby, lesson plan, student worksheet, test of cognitive entery behavior, questionnaire of students’ scientific attitude, and test of chemistry achievement. Data collected was analyzed using Analysis of Varians (ANOVA) three ways technique with α = 0,05. The result of data analysis are: (1) there is no difference of student’s chemistry achievement between student given learning through Experiment and Demonstration Method (p = 0,998 > α = 0,05). (2) there is difference of student’s chemistry achievement between student that have high and low Cognitive Entery Behavior (p = 0,000 < α = 0,05). (3) there is difference of student’s chemistry achievement between student that have high and low scientific attitude (p = 0,001 < α = 0,05). (4) there is interaction between Experiment and Demonstration Method and cognitive entery behavior to student’s chemistry achievement (p = 0,026 < α = 0,05). (5) there is no interaction between Experiment and Demonstration Method and scientific attitude to student’s chemistry achievement (p = 0,560 > α = 0,05). (6) there is interaction between cognitive entery behavior and scientific attitude to student’s chemistry achievement (p = 0,001 < α = 0,05). (7) there is no interaction between Experiment and Demonstration Method, cognitive entery behavior, and scientific attitude to student’s chemistry achievement (p = 0,333 > α = 0,05).



Key Words: Guided Inquiry, Experiment, Demonstration, Student’s Cognitive Entery Behavior, Scientific Attitude.


PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN SIKAP ILMIAH SISWA
Tri Lestari *)

*) SMA Negeri 1 Kebumen Jl. Mayjen Sutoyo No. 7 Kebumen 54316, e-mail: trilestari_sman1kbm@yahoo.com


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang diberi pembelajaran melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi , (2) perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah, (3) perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah, (4) interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa, (5) interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa, (6) interaksi antara kemampuan awal siswa dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa, dan (7) interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi , kemampuan awal siswa, dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kebumen tahun pelajaran 2008/2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2  2  2. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kebumen yang terdiri dari 10 kelas. Sampel penelitian adalah siswa kelas X.3 dan X.10 sebagai kelas eksperimen I serta kelas X.6 dan X.8 sebagai kelas eksperimen II. Instrumen pelaksanaan penelitian berupa silabus, RPP, LKS, naskah tes kemampuan awal, naskah angket sikap ilmiah, dan naskah tes prestasi belajar kimia. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Varians (ANAVA) tiga jalan pada taraf signifikansi α = 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Tidak ada perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang diberi pembelajaran melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi (p = 0,998 > α = 0,05), (2) Ada perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah (p = 0,000 < α = 0,05), (3) Ada perbedaan prestasi belajar kimia antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah (p = 0,001 < α = 0,05), (4) Ada interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa (p = 0,026 < α = 0,05), (5) Tidak ada interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa (p = 0,560 > α = 0,05), (6) Ada interaksi antara kemampuan awal siswa dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa (p = 0,001 < α = 0,05), dan (7) Tidak ada interaksi antara Metode Eksperimen dan Demonstrasi , kemampuan awal siswa, dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia siswa (p = 0,333 > α = 0,05).



Kata kunci: Inkuiri terbimbing, Eksperimen, Demonstrasi, Kemampuan awal siswa, Sikap ilmiah siswa.

BALON AJAIB

BALON AJAIB



I. Alat dan Bahan

No.    Nama Alat                Ukuran Alat      Jml.

1        Gelas aqua plastic      -                       1

2        Tusuk gigi                  -                       1

3        Uang logam               -                       1

4        Balon karet               -                       1



II. Langkah Kerja Demonstrasi

1. Tiup balon karet dan ikat.

2. Letakkan uang logam dalam posisi berdiri.

3. Letakkan tusuk gigi di atas uang logam dalam posisi seimbang lalu tutup menggunakan gelas aqua plastik.

4. Dekatkan balon karet ke gelas aqua. Amati pergerakan tusuk gigi. Tuliskan hasil pengamatan Anda!

__________________________________________________________________________________________________________________________________

5. Mengajukan pertanyaan:

Jika balon digosokkan ke rambut kemudian didekatkan ke gelas aqua, apa yang akan terjadi? Berikan alasan!

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

6. Mengosokkan balon ke rambut lalu mendekatkan ke gelas aqua. Amati pergerakan tusuk gigi. Tuliskan hasil pengamatan Anda!

__________________________________________________________________________________________________________________________________



7. Materi kimia apakah yang berkaitan dengan BALON AJAIB? Berikan alasan!

____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________


GOYANG SEDOTAN

GOYANG SEDOTAN


I. Alat dan Bahan

No. Nama Alat    Ukuran Alat    Jml.

1     Sedotan        -                     1

2     Busa             -                     1

3     Botol aqua    -                     1
II. Langkah Kerja Demonstrasi
1. Letakkan botol aqua dalam posisi berdiri.

2. Letakkan sedotan di atas botol aqua dalam posisi seimbang.

3. Dekatkan tangan Anda (tangan harus benar-benar kering) ke ujung sedotan. Amati pergerakan sedotan. Tuliskan hasil pengamatan Anda!

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

4. Mengajukan pertanyaan:

Jika sedotan digosok menggunakan busa kemudian tangan Anda didekatkan ke ujung sedotan, apa yang terjadi? Berikan alasan!

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

5. Gosok sedotan menggunakan busa kemudian dekatkan tangan Anda ke ujung sedotan. Amati pergerakan sedotan. Tuliskan hasil pengamatan Anda!

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

6. Materi kimia apakah yang berkaitan dengan GOYANG SEDOTAN? Berikan alasan!

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Abstrak PTK JOYFUL-INKUIRI

PEMANFAATAN MEDIA JOYFUL NOMENCLATURE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KIMIA MATERI TATA NAMA SENYAWA BAGI PESERTA DIDIK
KELAS X.3 SMA NEGERI 1 KEBUMEN SEMESTER 1 TAHUN 2010/2011

Tri Lestari *)

*) SMA Negeri 1 Kebumen Jl. Mayjen Sutoyo No. 7 Kebumen 54316, e-mail: trilestari_sman1kbm@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemanfaatan media Joyful Nomenclature melalui Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia aspek kogitif materi Tata Nama Senyawa bagi Peserta Didik. Penelitian dilakukan di kelas X.3 SMA Negeri 1 Kebumen semester 1 Tahun Pelajaran 2010/2011. Jumlah peserta didik sebanyak 32 terdiri atas 14 peserta didik laki-laki dan 18 peserta didik perempuan.

Penelitian berlangsung selama dua siklus. Tiap siklus terdiri atas kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Tiap siklus terdiri atas dua kali pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung 2 × 45 menit. Pada siklus I, proses pembelajaran memanfaatkan media Joyful Nomenclature melalui Inkuiri Terbimbing dan Peserta Didik dikelompokkan menjadi 8 kelompok (jumlah peserta didik per kelompok sebanyak empat orang). Pada siklus II, proses pembelajaran memanfaatkan media Joyful Nomenclature melalui Inkuiri Terbimbing dan Peserta Didik dikelompokkan menjadi 16 kelompok (jumlah peserta didik per kelompok sebanyak dua orang).

Data-data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui hasil evaluasi tiap akhir siklus. Selain itu juga berupa data kualitatif yang diperoleh melalui hasil observasi, jurnal guru kolaborasi, dan jurnal Peserta Didik. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa telah terjadi peningkatan aktivitas belajar kimia dan peningkatan hasil belajar kimia aspek kognitif peserta didik pada materi Tata Nama Senyawa. Hasil belajar dari kondisi awal ke kondisi akhir mengalami peningkatan. Nilai rerata yang dicapai peserta didik pada kondisi awal sebesar 75,00 menjadi 79,13 pada siklus I dan meningkat menjadi 86,00 pada siklus II sehingga dari kondisi awal ke kondisi akhir peningkatan nilai rerata peserta didik sebesar 14,67%. Jumlah peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari kondisi awal ke kondisi akhir mengalami peningkatan. Jumlah peserta didik yang mencapai KKM pada kondisi awal sebanyak 17 peserta didik atau sebesar 53,13% menjadi 20 peserta didik atau sebesar 62,50% pada siklus I dan meningkat menjadi 26 peserta didik atau sebesar 81,25% pada siklus II. Dengan demikian dari kondisi awal ke kondisi akhir peningkatan jumlah peserta didik yang mencapai KKM sebesar 28,12%.

Kata kunci : media Joyful Nomenclature, inkuiri terbimbing, aktivitas belajar kimia, hasil belajar kimia, tata nama senyawa.